ARTI SEJATI SAHABAT
Suatu pagi di Desa Mekarlayu terdengar suara burung yang
menghiasi dinginnya pagi. Pagi-pagi itu terdengar suara riuhnya pengunjung
warung Bu Narti yang terdengar keras dari kamar Diki. Karena Ibu Narti memang
Ibu dari Diki. Jadi secara tidak langsung suara di warung akan terdengar di
kamar Diki yang memang satu atap dengan warung. Diki memang lahir di keluarga
yang kaya karena usaha dari orangtuanya. Pada pagi itu Diki berpamitan kepada Ibunya dan
Pak Narto bapaknya untuk pergi ke sekolah.
“Selamat pagi Bu, Diki sekolah dulu
ya Bu” pamit Diki kepada Ibunya.
“Iya Nak, ini uang jajannya untuk
seharian, ingat ya ini untuk sehari tidak hanya saat kamu sekolah saja” Kata
Ibu Narti sembari memberi uang jajan kepada Diki.
“Siap Bu, nanti saya hemat uangnya
supaya cukup untuk jajan seharian, saya berangkat dulu Bu sekalian menjemput
Rama supaya bersama-sama berangkat sekolahnya” Sahut Diki sembari bersalaman
kepada Ibunya dan mulai berjalan ke luar rumah.
“Nah... gitu Nak, kamu harus bisa
membagi uang, jika kamu dari sekarang sudah biasa membagi uang, saat kamu
dewasa kelak akan mudah untuk mengatur pengeluaran kebutuhan hidup, yasudah
Nak, sana segera ke rumah Rama, ini sudah siang nanti terlambat loh” kata Ibu
Narti kepada Diki.
Diki
segera berangkat dari rumahnya ke rumah Rama untuk menjemput Rama dan berangkat
ke sekolah bersama-sama. Diki berangkat dari rumahnya denga berjalan kaki,
karena jarak rumah Diki dan ke rumah Rama memang tidak jauh, kira-kira 150
meter. Sesampainya di rumah Rama, Diki segera memanggi Rama.
“Rama... Rama... ayo berangkat ke
sekolah!” teriak Diki di depan rumah Rama yang masih sepi
Tidak
lama kemudian, keluar Ibu Ginah dari rumah Ramah.
“Ada apa Nak Diki, kok pagi-pagi
gini teriak-teriak manggil Rama? Ramanya baru mandi Nak Diki” kata Ibu Ginah
menjawab teriakan Diki.
“Ini saya mau mengajak Rama untuk
berangkat sekolah bersama, tapi ini sudah siang, apalagi Rama juga baru mandi,
yasudah saya tinggal dulu ya Bu” Jawab Diki dengan muka yang muram.
“Mbok ya ditunggu dulu sebentar,
sini.. duduk dulu, saya buatkan susu atau teh dulu Nak” tawaran Bu Ginah kepada
Diki.
“Tidak usah Bu, ini sudah mepet,
nanti saya malah terlambat, biar berangkat sendiri aja Rama” sahut Diki kepada
Ibu Ginah sembari Diki mulai pergi dari rumah Rama.
Diki
melanjutkan perjalan ke sekolah dengan sendiri dan Ibu Ginah masuk lagi kedalam
rumah. Di dalam rumah Ibu Ginah membuatkan kopi dan susu untuk Pak Jayadi dan
untuk Rama. Setelah selesai membuatkan minuman dan Rama sudah selesai mandi,
Ibu Ginah membawanya ke ruang keluarga dan mereka minum bersama.
“Tadi siapa Bu yang teriak-teriak
memanggi Rama? Kok manggil harus keras-keras, padahal masih pagi gini” tanya
Pak Jayadi.
“Iya... Bu, tadi siapa yang manggil
Rama? Padahal Rama baru mandi Bu” tanya Rama juga kepada Ibunya.
“Jadi yang manggil Rama
teriak-teriak tadi itu Diki Pak, Nak. Diki mau mengajak ke sekolah bersama,
tetapi Rama kan baru mandi, ibu suruh duduk dulu ehh.... malah dia berangkat
sendiri, katanya takut terlambat datang ke sekolah” Jawab Ibu Ginah kepada Pak
Jayadi dan Rama.
“Padahal ini juga masih pagi lho Bu,
kok sudah takut terlambat” kata Pak Jayadi sembari membaca koran.
“Iya Bu, padahal ini masih pagi lho
Bu, kok sudah takut terlambat, yasudah Rama ganti baju dulu yaa, siap-siap mau
berangkat ke sekolah” kata Rama
Rama
mulai beranjak dari duduk dan berjalan menuju kamarnya untuk berganti baju dan
bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Tapi dia tetap heran terhadap sikap
Diki yang tidak jadi berangkat bersama dan malah meninggalkan Rama berangkat
sendiri. Rama pun berganti baju keluar dari kamar dan berpamitan kepada Bapak Ibunya.
“Pak, Bu, Rama berangkat ke sekolah
dulu ya..” pamit Rama kepada kedua orangtuanya
“Wo.. ya... hati-hati ya Nak,
belajar yang baik, niatkan ke sekolah untuk mencari ilmu” pesan Ibu Ginah
kepada Rama
“Iya Nak, apa yang dikatakan Ibumu
memang benar, banyak pelajar sekarang yang pergi ke sekolah niatnya tidak untuk
menimba ilmu” tambah Pak Jayadi menguatkan apa yang dikatakan Ibu Ginah.
“Siap Pak, Bu, Rama akan belajar
dengan baik dan berniat sekolah untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya, Rama
pamit dulu ya, Pak, Bu” jawab Rama kepada orangtuanya sembari berpamitan untuk
pergi ke sekolah.
Rama
berangkat dengan jalan kaki, Ia sangat menikmati perjalanannya ke sekolah
dengan melihat indahnya pemandangan di sekeliling jalan yang Ia lewati. Tetapi
Rama masih bertanya-tanya, mengapa Diki berangkat sekolah pagi-pagi dan tidak
mau menunggui. Tetapi Ia masih berpikiran positif kalau Diki mungkin mau piket
di kelas. Sesampainya di sekolah Rama langsung menuju ke kelasnya. Sesampainya
di kelas Ia menemukan jawaban dari pertanyaannya sendiri. Ternyata tujuan dari
Diki berangkat sekolah pagi-pagi adalah untuk meniru jawaban PR temannya.
“Kata Ibuku tadi kamu ke rumahku mau
mengajak berangkat sekolah bersama” kata Rama kepada Diki.
“Iya memang benar tadi pagi aku ke rumahmu, mau mengajakmu
berangkat sekolah bersama-sama” jawab Diki.
“Tapi kenapa aku kau tinggal,
padahal juga masih pagi?” tanya Rama kepada Diki
“Aku belum mengerjakan PR, kalau aku
menunggumu aku tak mungkin bisa menyelesaikan PR ini, tujuanku tadi ke rumahmu
ya bukan lain untuk meniru pejerkaan PR mu, tapi malah kamu baru mandi, yasudah
aku berangkat ke sekolah sendiri dan sampai di sekolah bisa meniru yang lain”
jawab Diki kepada Rama.
“Owalah Dik.. Diki, harusnya kamu
mengerjakan PR mu di rumah, malah kamu kerjakan di sekolah, nyontek lagi,
Astaghfirullah” nasihat Rama kepada Diki.
Bel
masuk pun berbunyi, menandakan semua siswa harus masuk ke ruang kelas
masing-masing. Semua membaca buku di kelas karena setelah bel masuk ada jam
literasi selama 15 menit. Setelah jam baca selesai dan guru sudah masuk kelas,
terdapat pengumuman dari guru yang sangat menarik.
“ Selamat pagi anak-anak” Ibu Guru
memulai interaksi di kelas
“ Selamat pagi Bu” jawab para siswa.
“ Ini Ibu Guru mendapat amanah untuk
menyampaikan pangumuman ke para siswa yang ada di kelas ini” kata Ibu Guru.
“Pengumuman apa Bu?” tanya Rama
kepada Ibu Guru.
“Jadi begini, besok akan diadakan
lomba futsal antar kelas di sekolah,Ibu sebagai wali kelas hanya berpesan
tolong persiapkan dengan baik sehingga dapat membanggakan kelas ini.” Ibu Guru
menginformasikan kepada para siswa.
“Siap Bu, kami akan perjuangkan
dengan semaksimal mungkin dan kita pasti juaranya” kata Diki dengan penuh
semangat.
“Yasudah nanti sepulang sekolah
kalian bisa latihan, tolong dimaksimalkan, sekarang pelajaran dulu” kata Ibu
Guru.
Setelah
Ibu Guru selesai menyampaikan pengumuman, pelajaran pun dimulai. Para siswa
sudah tidak sabar untuk latihan, sehingga besok bisa menyelesaikan pertandingan
futsal dengan kemenangan. Setelah pelajaran pagi selesai, istirahat untuk
sholat dzuhur tiba. Diki, Rama dan teman-temannya membahas dan menindaklanjuti
pengumuman yang diberikan Ibu Guru tadi.
“Ayo nanti sepulang sekolah kita
latihan futsal, supaya besok bisa mendapat hasil yang maksimal” ajak Rama
kepada teman-temannya.
“Ayo, tapi dimana ya latihannya?”
tanya Rudi
“Bagaimana kalau di jalanan saja?”
Titra memberikan tawaran
“Jangan di jalanan, itu bahaya
lagipula banyak pengendara yang dapat membahayakan” jawab Rindra.
“Bagaimana kalau di sawah saja?
Lagipula sawah bapaku masih belum ditanami” Rama memberikan tawaran.
“Siap, setuju, yasudah nanti sehabis
pulang sekolah kita berkumpul di rumah Rama, supaya kita bisa berangkat
bersama-sama” sahut Diki.
“Oke.. setuju kalau begitu” jawab
teman-teman Diki kompak.
Bel
pulang sekolahpun berbunyi, tanda semua siswa untuk pulang. Semua siswa
berbondong-bongdong keluar kelas dan pulang bersama-sama. Seluruh kelas akan
bersiap-siap untuk menyambut pertandingan futsal besok di sekolah. Semua kelas
akan mempersiapkan diri untuk menjadi yang terbaik dan bisa mengharumkan nama
kelas masing-masing. Walau hanya antar kelas, pengalaman tahun lalu, gengsi
sebagai pemenang sangat besar. Tidak heran jika semua mempersiapkan dengan
matang supaya menjadi yang terbaik. Sesampainya di rumah masing-masing, mereka
langsung berganti pakaian dan bersiap-siap untuk berlatih futsal di sawah.
Mereka pun berkumpul di rumah Rama.
“Rama... Ramaa....” Panggil Titra di
depan rumah Rama.
“Tunggu sebentar ya Tra” Jawab Rama
dari dalam rumah.
“Siap Ram... Nggak usah
terburu-buru, nanti malah jatuh loo..hehehehe” Balas Diki dari luar.
Tidak
berselang waktu lama, Rama keluar rumah dan menemui Diki.
“Loh Dik, kok kamu cuma sendiri?
Yang lain pada kemana?” Tanya Rama
“Mungkin baru perjalanan di jalan.”
Jawab Diki.
“Yasudah kita tunggu dulu, mungkin
mereka juga baru perjalanan ke sini” Sahut Rama.
Sekitar
10 menit kemudian, Tittra, Rindra, dan Rudi datang ke rumah Rama dan berkumpul
bersama Diki juga.
“Akhirnya datang juga kamu, udah
dari tadi ditungguin, eh malah baru dateng” Kata Diki tidak sabar.
“Iya memang kami terlambat, tetapi
kami punya alasan nggak bisa tepat waktu” Jawab Rindra.
“Yasudah, mari kita ke lapangan!
Keburu sore nih” Ajak Rama kepada semua temannya.
“Ayo...!” Jawab teman-teman Rama
dengan kompak.
Mereka
pun bersama-sama berangkat ke sawah untuk berlatih futsal, supaya besok bisa
mendapatkan hasil yang maksimal dan dapat membanggakan kelas tercinta. Yang
paling penting adalah mereka semua bisa berlatih dan besok tampil dengan
kekuatan penuh. Sesampainya di sawah mereka langsung membuat gawang dengan
ranting pohon dan memulai latihan futsalnya dengan mandiri, tanpa ada pelatih
yang sellau mendampingi mereka.
“Ayo teman-teman! Kita buat gawang
dari ranting pohon yang sudah jatuh dengan cara menancapkan ke dalam tanah”
Kata Rama.
“Ayo Ma setuju! Supaya kita juga
bisa tahu mana targetnya” Sahut Rudi.
Setelah
mereka selesai membuat lapangan mereka langsung berlatih dan memposisikan
sesuai dengan formasi yang akan digunakan besok.
“Siapa ini yang akan jadi kapten tim
kita?” Tanya Rama.
“Bagaimana kalau kamu saja Ram,
menurutku kamu sangat cocok untuk posisi itu” Jawab Rindra.
“Iya Ram, aku juga setuju jika kamu
sebagai kapten tim” Sahut Rudi dari kejauhan.
“Aku juga setuju Ram, apabila kamu
menjadi kapten di kelas ini” Tambah Risfi.
Akhirnya
setelah perdebatan panjang, terpilihnya kapten tim, yaitu Rama. Setelah
pertandingan selesai mereka pulang dan beristirahat dengan baik supaya besok
bisa bertanding dengan tenaga yang penuh dan tidak kelelahan. Mereka juga
bersiap-siap apa yang akan dibawa mereka besok untuk peratandingan futsal. Tak
terasa waktu seharian telah selesai, pagi pun sudah menampakan sang Mentari
yang menghangatkan dinginnya pagi hari di pedesaan. Semua siswa pun meminta doa
restu dari orang tua masing-masing supaya dapat diberi kemudahan dan
kelancaran. Semua siswa pun berangkat ke sekolah. Sesampainya di sekolah, semua
siswa dikumpulkan di lapangan upacara untuk melihat pertandingan futsal.
“Nanti mainnya nggak usah
terburu-buru dan sabar saja” Tutur Rama.
“Ngapain sih Ram? Dari kemarin kok
menyela terus dan memberikan nasehat terus” Balas Diki.
“Menurutku baik juga usulan dari
Rama”Kata Rudi.
Mereka
pun melakukan pemanasan supaya tidak cidera saat bermain nanti. Tidak lama
kemudian tim kelasnya dipanggil untuk melakukan pertandingan melawan kelas
sebelah. Pertandingan berjalan seru dan sangat sengit. Karena sistem gugur maka
harus diambil pemenang, jadi karena skor masih imbang maka diadakan babak
tendangan adu penalti. Namun pada penendang terakhir yaitu Diki, bola tidak
masuk ke dalam gawang. Sehingga tim kelasnya tersingkir di babak awal. Diki
merasa sangat kecewa karena tendangannya tidak masuk kedalam gawang dan
menyebabkan kelasnya tidak lolos ke fase berikutnya. Tetapi teman yang lainnya
tetap memberikan dukungn kepadanya dan memberinya motivasi yang menguatkannya.
“Maaf teman-teman, gara-gara aku
kita semua jadi kalah” Kesal Diki terhadap dirinya sendiri.
“Kamu nggak salah kok Dik, kita itu
satu tim, ini hasil kita semua, bukan hanya hasilmu saja, kita harus mensyukuri
hasilnya, karena memang ini yang pantas kita dapatkan jadi ini bukan salahmu
seorang” Jawab Rama.
“Iya benar Dik, ini semua bukan
salahmu, ini nggak ada yang salah apalagi tendangan pinalti, ayo tetap semangat
kawan” Sahut Rindra memberikan semangat kepada Diki.
“Terimakasih teman-teman semua,
mungkin ini juga salahku, sebenarnya aku ingin jadi kapten tim, tapi malah Rama
yang jadi kapten, dari situ aku merasa iri dan tidak bisa main dengan baik,
mungkin sekarang aku baru sadar bahwa Rama memang kapten yang nyata, aku juga
nggak nyangka mempunyai sahabat seperti kalian, yang selalu mendukung di waktu
senang maupun sedih meskipun aku dulu tidak baik kepada kalian semua” Balas
Diki dengan terharu.
“Santai saja Dik, kita semua pasti
ada di keadaan apapun kita semua kan teman, yasudah mari kita ke kelas dan
persiapan pulang ke rumah”
“Oke semangat!” Sahut teman-teman
Rama dengan penuh semangat meskipun mereka habis menelan kekalahan.
Mereka
semua ke kelas berkemas-kemas dan pulang ke rumah masing-masing. Meskipun
mereka menelan kekalahan tetapi mereka tidak nampak seperti kalah, karena
antara mereka memang saling memberikan motivasi antara satu dengan yang lain.
Mereka memang sahabat sejati dan mereka dapat mengisi kekurangan satu dan
satunya.